A.
Latar
Belakang
Georg Simmel adalah seorang filsuf
Jerman dan salah seorang pionir dalam menjadikan sosiologi sebagai cabang ilmu
yang berdiri sendiri. Ia dilahirkan pada tanggal 1 Maret 1858 dari 7
bersaudara, di Berlin – Jerman, suatu daerah tempat ia hidup pada masa
kanak-kanak sebagai mahasiswa maupun
sebagai guru besar. Orang tua Georg Simmel adalah orang yahudi beragama
protestan. Ayahnya adalah pengusaha sukes dari Yahudi yang beraliran katolik,
sedangkan ibunya mengkonversi ke aliran protestan. Latar belakang orangtuanya
itu menjadi hambatan Simmel selama hidupnya. Suasana anti Semit di Berlin tidak
dapat dihindarkan oleh Simmel walaupun keluarganya beragama protestan. Ayahnya
meninggal saat Simmel masih muda, lalu Julius Friedlander ditunjuk sebagai
walinya. Friedlander adalah teman dari keluarga Simmel dan pendiri penerbit
internasional. Julius meninggalkan kekayaan untuk Simmel yang dapat
digunakannya untuk bersekolah hingga sarjana. Simmel masuk dan menuntut ilmu di
Universitas Berlin.
Ia mempelajari psikologi, sejarah, filsafat, dan bahasa Italia. Tetapi, upaya pertamanya untuk menyusun disertasi di tolak. Meski proposal pertamanya di tolak, ia mempertahankan disertasi dan akhirnya menerima gelar Doktor Filsafat pada tahun 1881. Hingga 1914 ia tetap di Universitas Berlin berstatus tenaga pengajar meski hanya menduduki jabatan yang relatif tak penting sebagai “dosen privat” dari 1885-1900. Kemudian ia menjadi dosen yang tak di gaji, yang kehidupannya tergantung pada honor dari mahasiswa. Gaya mengajarnya demikian populer, hingga orang terpelajar pun menghadiri kuliahnya. Sebagai guru besar di Universitas Berlin, ia memberikan kuliah-kuliah yang sangat popular dan banyak menulis. Ia menghasilkan karya-karya yang sangat terkenal pada masa itu walaupun karirnya tidak terlalu berkembang karena latar belakang yang tidak menguntungkan pada waktu itu. Simmel menulis banyak artikel (The Metropolis and Mental Life) dan buku the Philosophy of Money. Ia terkenal di kalangan akademisi Jerman, mempunyai pengikut internasional, terutama di Amerika. Di situ karyanya berpengaruh besar dalam kelahiran sosiologi. Kedudukannya yang serba marginal menyebabkan Simmel sangat peka terhadap masalah yang ada di sekitarnya. Masalah-masalah itu terlepas dari perhatian orang-orang yang berkedudukan baik pada saat itu. Simmel mencoba mendapat berbagai status akademisi, namun ia gagal meski mendapat dukungan sarjana seperti Max Weber. Salah satu alasan yang menyebabkan Simmel gagal adalah karena ia keturunan Yahudi, sementara di abad 19, Jerman sedang di landa paham anti-Yahudi (Kasler, 1985). Kegagalan personal Simmel pun dapat di kaitkan dengan rendahnya penghargaan akademisi Jerman terhadap sosiologi ketika itu.
Ia mempelajari psikologi, sejarah, filsafat, dan bahasa Italia. Tetapi, upaya pertamanya untuk menyusun disertasi di tolak. Meski proposal pertamanya di tolak, ia mempertahankan disertasi dan akhirnya menerima gelar Doktor Filsafat pada tahun 1881. Hingga 1914 ia tetap di Universitas Berlin berstatus tenaga pengajar meski hanya menduduki jabatan yang relatif tak penting sebagai “dosen privat” dari 1885-1900. Kemudian ia menjadi dosen yang tak di gaji, yang kehidupannya tergantung pada honor dari mahasiswa. Gaya mengajarnya demikian populer, hingga orang terpelajar pun menghadiri kuliahnya. Sebagai guru besar di Universitas Berlin, ia memberikan kuliah-kuliah yang sangat popular dan banyak menulis. Ia menghasilkan karya-karya yang sangat terkenal pada masa itu walaupun karirnya tidak terlalu berkembang karena latar belakang yang tidak menguntungkan pada waktu itu. Simmel menulis banyak artikel (The Metropolis and Mental Life) dan buku the Philosophy of Money. Ia terkenal di kalangan akademisi Jerman, mempunyai pengikut internasional, terutama di Amerika. Di situ karyanya berpengaruh besar dalam kelahiran sosiologi. Kedudukannya yang serba marginal menyebabkan Simmel sangat peka terhadap masalah yang ada di sekitarnya. Masalah-masalah itu terlepas dari perhatian orang-orang yang berkedudukan baik pada saat itu. Simmel mencoba mendapat berbagai status akademisi, namun ia gagal meski mendapat dukungan sarjana seperti Max Weber. Salah satu alasan yang menyebabkan Simmel gagal adalah karena ia keturunan Yahudi, sementara di abad 19, Jerman sedang di landa paham anti-Yahudi (Kasler, 1985). Kegagalan personal Simmel pun dapat di kaitkan dengan rendahnya penghargaan akademisi Jerman terhadap sosiologi ketika itu.
Pada tahun 1914, Simmel diangkat
menjadi guru besar tetap di Universitas Strassbourg dengan bantuan temannya
yaitu Max Weber. Pusat perhatian studi Simmel mencakup ruang lingkup yang
sangat luas dimulai dari filsafat, yang kemudian menjadi ilmu yang sangat
bermanfaat bagi bidang-bidang sosiologi, sejarah, sastra dan kesenian. Simmel
memberikan kuliah mengenai bidang-bidang itu dan menyusun karya-karya ilmiah.
Di bidang sosiologi, pusat perhatiannya terarah pada proses interaksi yang
dianggap sebagai ruang lingkup primer sosiologi dan perkembangannya. Selanjutnya
dia menyelidiki masalah solidaritas dan konflik yang dikaitkannya dengan besar
kecilnya kelompok. Simmel tetap menjadi tokoh marginal di dunia akademisi
Jerman sampai ia meninggal pada tahun 1918. Ia tak pernah mendapat karir
akademisi yang normal. Bagaimanapun juga Simmel menarik perhatian sejumlah
besar mahasiswa di zamannya sebagai seorang sejarah terpelihara bertahun-tahun.
Tulisan-tulisan Simmel sangat beragam, mulai dari etika, filsafat sejarah,
pendidikan, agama, dan juga para filsuf lain, seperti Kant, Schopenhauer, dan
Nietzsche. Ia juga menulis banyak esay tentang seniman dan penyair, tentang
bermacam-macam kota, dan tema-tema seperti cinta, petualangan, rasa malu, dan
juga banyak topik-topik sosiologi. Tulisan-tulisannya yang amat terkenal adalah
“Filsafat Uang” dan “Metropolitan dan Mentalitas” yang merupakan analisis
Simmel terhadap gaya hidup modern terhadap kesadaran manusia. Oleh karena
sosiologi hanya merupakan sebagian bidang-bidang yang menjadi pusat
perhatiannya, maka hasil karya tulisnya mengenai hal itu rata-rata sangat
mendalam. Akan tetapi pendapat-pendapat Simmel pada umumnya tidak didukung
fakta yang disusun secara sistematis, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh
Durkheim atau Weber. Walaupun demikian, ajaran-ajaran Simmel memberikan
sumbangsi yang sangat penting bagi perkembangan sosiologi sebagai ilmu
pengetahuan yang baru mulai tumbuh pada saat itu.
1.
Pemikiran
Georg Simmel
Ø Georg
Simmel dalam konteks social
Georg
Simmel hidup dalam keadaan sosial Jerman yang bergejolak. Selama akhir abad
ke-19 Jerman mengalami suatu perkembangan yang meledak dalam bidang industri
kapitalis, serta urbanisasi yang meningkat dengan pesat. Berlin adalah pusat
kegiatan ekonomi dan perdagangan, baik kelas borjuis maupun kelas proletariat
meluas dengan pesat. Namun demikian, suasana politik Jerman sangat mencerminkan
nilai-nilai aristokrasi semi feodal dan ideal disiplin militer Prusia.
Kedudukan kaum buruh yang semakin baik diimbangi dengan berbagai usaha
kesejahteraan, tetapi pada umumnya struktur sosial ditandai oleh suatu
perbedaan antara etos kapitalis yang sedang muncul dalam bidang ekonomi dan
seperangkat ideal prakapitalis dalam bidang politik. Dalam kondisi seperti ini,
Simmel tidak mau terlibat dalam bidang politik, kalaupun ia berbicara tentang
masalah sosial politik atau ekonomi, itu hanya digunakannya untuk menggambarkan
pokok-pokok pemikiran teoritisnya yang umum. Meskipun Simmel menolak model
masyarakat yang bersifat organik, dalam hal tertentu ia dipengaruhi oleh model
evolusi Spencer mengenai kompeksitas sosial yang semakin bertambah. Evolusi ini
berusaha menjelaskan perubahan masyarakat secara bertahap dari suatu struktur
yang sederhana dengan diferensiasi yang rendah dan sangat homogen, ke suatu
struktur yang lebih kompleks dengan diferensiasi serta heterogenitas yang
tinggi. Publikasi Simmel yang pertama berjudul “On social differentiation”
menjelaskan dasar-dasar pembentukan kelompok yang berubah dan keterlibatan
sosial dari individu.
Yang
banyak memberikan pengaruh pada Simmel adalah seorang ahli filsafat Jerman yang
bernama Immanuel Kant. Kant mengembangkan suatu perspektif filosofis yang
didasarkan pada pembedaan antara persepsi manusia mengenai gejala dan hakikat
dasar dari benda-benda seperti mereka berada dalam dirinya sendiri. Ia
memperlihatkan bahwa kita tidak pernah dapat mengetahui benda seperti benda itu
berada dalam dirinya sendiri, tetapi hanya karena mereka muncul menurut
kategori-kategori kesadaran atau pikiran tertentu yang bersifat a priori.
Menurut Kant ada kategori pikiran fundamental tertentu yang bersifat a priori
(ruang, waktu, sebab dan seterusnya) yang tidak didasarkan pada rangsangan
inderawi tetapi membentuk kesadaran subjektif kita akan dunia empiris diluar
kita. Begitu Simmel menerapkan model berfikir ini tentang kenyataan sosial, ia
menyadari bahwa perkembangan pengetahuan sosiologi meliputi lebih daripada
hanya sekedar mencatat hukum-hukum universal yang jelas tersingkap oleh data
empiris. Sebaliknya pikiran manusia dalam menjalankan fungsi memilih,
mengorganisasi pada waktu menginterpretasikan data empiris, ia menggunakan
kriterianya sendiri dalam proses ini yang tidak terdapat dalam fakta empiris
itu sendiri.
Simmel
juga menganalisa konflik dialektik antara bentuk-bentuk sosial yang sudah mapan
yang tercermin dalam institusi-institusi yang ada dan pola-pola budaya serta
proses hidup itu sendiri yang secara terus menerus harus menciptakan bentuk
baru bagi pengungkapannya sendiri. Perhatian Simmel tidak hanya pada sosiologi,
ia menulis banyak hal dan memberi kuliah dalam bidang filsafat, etika, sejarah,
kritik budaya umumnya, seni dan kritik sastra khususnya.
Ø Munculnya
Masyarakat Menurut Georg Simmel
Munculnya
masyarakat menurut Simmel dikenal dengan istilah vergesellschaftung yang secara
harfiah berarti “proses terjadinya masyarakat”, atau disebut juga dengan
istilah “Sosiasi” (sociation). Jadi munculnya masyarakat terjadi karena adanya
interaksi timbal balik yang mana dalam proses tersebut individu akan saling
berhubungan dan saling mempengaruhi. Masyarakat lebih daripada jumlah individu
yang membentuknya lalu ditambah dengan pola interaksi timbal balik dimana
mereka saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Akan tetapi masyarakat tidak
akan pernah ada sebagai suatu benda objektif yang terlepas dari
anggota-anggotanya. Kenyataan itu terdiri dari kenyataan proses interaksi
timbal balik. Pendekatan ini mengusahakan keseimbangan antara pandangan
nominalis (yang percaya hanya pada individu yang riil) dan pandangan realis
atau teori organik (yang mengemukakan bahwa kenyataan sosial itu bersifat
independen dari individu yang membentuknya).
Contoh
terbentuknya masyarakat menurut Simmel, misalnya sejumlah individu yang
terpisah satu sama lain atau berdiri sendiri-sendiri saja, yang sedang menunggu
dengan tenang di terminal lapangan udara tidak membentuk jenis masyarakat atau
kelompok. Tetapi kalau ada pengumuman yang mengatakan bahwa kapal akan tertunda
beberapa jam karena tabrakan, beberapa orang mungkin mulai berbicara dengan
orang disampingnya, dan disanalah muncul masyarakat. Dalam hal ini masyarakat
(sosietalisasi) yang muncul akan sangat rapuh dan sementara sifatnya, dimana
ikatan-ikatan interaksi timbal baliknya itu bersifat sementara saja. Proses
munculnya masyarakat sangat banyak macamnya, mulai dari pertemuan sepintas lalu
antara orang-orang asing ditempat-tempat umum sampai ke ikatan persahabatan
yang lama dan intim atau hubungan keluarga. Tanpa memandang tingkat variasinya,
proses sosiasi ini mengubah suatu kumpulan individu saja menjadi satu
masyarakat (kelompok/sosiasi). Masyarakat ada pada tingkat tertentu dimana dan
apabila sejumlah individu terjalin melalui interaksi dan saling mempengaruhi.
Ø Dyad
dan Triad
Adapun
yang membedakan antara hubungan dyad dan triad adalah jumlah orang yang
terlibat dalam interaksi tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Simmel begitu
jumlah orang yang terlibat dalam interaksi berubah, maka bentuk interaksi
merekapun berubah dengan teratur dan dapat diramalkan. Simmel berpendapat bahwa
unit terkecil dalam kehidupan manusia yang menjadi ruang lingkup perhatian sosiologi adalah dyad, yang
merupakan unit atau kelompok yang terdiri dari dua orang. Bentuk dyad (duaan)
memperlihatkan ciri khas yang unik sifatnya yang tidak terdapat dalam satuan
sosial apapun yang lebih besar. Contohnya adalah, suami dan isteri, dua orang
sahabat karib dan seterusnya. kalau seseorang individu memilih untuk keluar
dari suatu kelompok dyad (duaan) maka satuan sosial itu sendiri akan hilang lenyap.
Sebaliknya, dalam semua kelompok lainnya, hilangnya satu orang anggota tidak
ikut menghancurkan keseluruhan satuan sosial itu. Dalam dyad tersebut kemungkinan besar yang
terjadi adalah bahwa salah satu pihak tenggelam dalam kedudukan dan peranan
pihak lain.
Oleh
karena dyad terdiri dari dua pihak, maka tidak ada pihak lain yang mungkin
menengahinya, sehingga Simmel berkesimpulan kedua pihak tersebut sebenarnya
merupakan suatu kesatuan perasaan. Di dalam dyad terdapat hubungan yang sangat
erat dan menyatu. Maka, ada kemungkinan terjadi konflik atau pertikaian.
Kesatuan perasaan tersebut kadang terganggu oleh tindakan masing-masing pihak
yang mungkin mengakibatkan terjadi konflik. Hubungan dyad tidak selalu disertai
oleh perasaan-perasaan positif. Dalam situasi konflik, apapun masalah dan sebab
musababnya, hubungan yang sangat intim seringkali membuat konflik malah menjadi
lebih parah. Masalah konflik yang kelihatannya sepele bagi orang luar,
ditanggapi dengan sangat emosional. Sesungguhnya keterbukaan mereka satu sama
lain pada tingkat kepribadian yang sangat dalam membuat mereka mudah saling
menyerang yang berhubungan dengan masalah kepribadian ini. Ketiadaaan pihak
ketiga menimbulkan situasi dimana tidak ada pemisah ketika mereka berkonflik.
Ketiadaan pihak ketiga memang meningkatkan keakraban dalam dyad. Akan tetapi,
bila terjadi konflik, timbul kebutuhan akan adanya pihak ketiga. Hadirnya pihak
ketiga dapat menetralisasi ketegangan yang ada. Simmel menyatakan, adanya pihak
ketiga akan menyebabkan pihak yang terlibat dalam konflik mengemukakan
pendapatnya secara lebih rasional, sehingga kemungkinan terjadinya perdamaian
lebih besar.
Triad
disini diartikan sebagai pihak ketiga. Salah satu pokok pikiran Simmel yang
terkenal adalah diskusinya mengenai berbagai peran yang dapat dilakukan oleh
pihak ketiga. Menurut Simmel, triad cenderung tidak stabil, karena secara
koheren, terkait dengan pembentukan suatu koalisi dua pihak yang berhadapan
dengan satu pihak lain. Pihak yang ditempatkan dalam kedudukan ketiga atau
status yang tersingkir, senantiasa berubah. Simmel telah menyajikan pelbagai
contoh mengenai efek pihak ketiga. Dia memberikan contoh, orang-orang Eropa
cenderung untuk memperkerjakan hanya seorang pembantu, padahal mereka mampu
untuk membayar gaji lebih banyak pembantu. Dengan adanya lebih dari seorang
pembantu, timbul ciri-ciri suatu triad, sehingga hubungan antara pembantu
dengan majikan lebih bersifat formal.
Apabila
terjadi penambahan jumlah orang (artinya lebih dari tiga), maka hal itu
mempunyai akibat tertentu terhadap hakikat interaksi dalam suatu kelompok.
Simmel pernah mengemukakan suatu hipotesa yang menyatakan, bahwa semakin besar
suatu kelompok semakin besar pula kecenderungan terjadinya bentuk interaksi
seperti dyad. Selama terjadinya proses menuju bentuk hubungan sebagaimana
halnya dengan suatu dyad dalam suatu kelompok besar, setiap pihak atau kategori
cenderung menerima anggota-anggota yang memiliki ciri-ciri pokok sama, misalnya
: kekayaan, pola sikap tindak, dst. Kecenderungan terjadinya konflik dalam
triad merupakan masalah yang menjadi salah satu pusat perhatian studi Simmel.
Hal ini antara lain disebabkan karena terdapatnya banyak kesempatan pada
pihak-pihak dalam triad untuk melaksanakan pelbagai peranan.
Ø Pemikiran
sosiologi mikro Georg Simmel
Georg
Simmel muncul di dunia ilmu sosiologi dengan menghadirkan pokok-pokok pemikiran
yang lebih mengulas pada sosiologi mikro, meskipun demikian ia tetap berkiprah
dengan terus menghasilkan pemikiran kritis tentang komponen-komponen kehidupan
sosial dan hubungan antar pribadi, sedangkan untuk lingkup yang lebih luas atau
makro, karyanya tentang struktur dan perubahan dalam semangat sosial pada
zamannya. Pokok pemikiran mikro Georg Simmel adalah :
·
Kesadaran individu
·
Konsep sosiologi
·
Realitas social
·
Interaksi social
·
Pengaruh jumlah pada
bentuk social
·
Kreatifitas individu
versus bentuk budaya yang mapan
·
Uang dan nilai
Karya-karyanya yang terkenal tidak
serta merta menjadi hal yang dapat diterima orang dengan mudah, karena ia
terhalang suatu hal yang berawal dari latar belakangnya, kala itu keadaan
antisemitisme menjadikan dirinya merasa terkucilkan. Antisemitisme adalah suatu
sikap permusuhan atau prasangka terhadap kaum Yahudi dalam bentuk-bentuk
penganiayaan/penyiksaan terhadap agama, etnik, maupun kelompok ras, mulai dari
kebencian terhadap individu hingga lembaga. Fenomena yang paling terkenal akan
anti-semitisme adalah ideologi Nazisme dari Adolf Hitler, yang menyebabkan
permusuhan terhadap kaum Yahudi di Eropa.
Ø Interaksionisme
Simbolik
Adanya
kesadaran individu yang dikemukakan oleh Georg Simmel menjadi sumber awal
Simmel dalam mengkaji lebih jauh tentang interaksi sosial, ia telah melakukan
teoretisasi masalah modernitas dengan penekanan pada perkembangan pesat dari
ilmu, teknologi, pengetahuan obyektif, berikut diferensiasinya di satu sisi dan
erosi budaya subyektif di sisi lain. Konflik dan krisis kebudayaan modern
dilukiskan Simmel dalam bentuk pemiskinan-subyektivitas yang disebutnya endemi
atrophy (terhentinya pertumbuhan budaya subyektif) karena hypertrophy
(penyuburan budaya obyektif). Simmel berusaha menjelaskan adanya ketimpangan
budaya individu atas manusia sebagai subjeknya dibandingkan dengan perkembangan
media atau sarana kehidupan yang mengurangi peran aktif manusia dalam berkarya. Sehubungan dengan
fenomena endemi antrophy interaksi menjadi salah satu pokok pemikiran dalam
teori Simmel.
Masyarakat,
kemudian, dapat didefinisikan sebagai sejumlah individu yang dihubungkan dengan
interaksi.. Interaksi ini dapat menjadi mengkristal sebagai bidang permanen..
Hubungan ini, atau bentuk sociation, sangat penting karena mereka menunjukkan
bahwa masyarakat bukan merupakan substansi, tetapi sebuah peristiwa, dan karena
bentuk-bentuk sociation mengatasi individu / dualisme sosial (individu terlibat
dengan satu sama lain dan dengan demikian merupakan sosial). Sedangkan
interaksi sosial menurut Georg Simmel memiliki point-point tersendiri yang
menurutnya merupakan hal yang perlu untuk disertakan dalam teori-teorinya,
Simmel mengungkapkan beberapa interaksi, yaitu:
1) Menurut
bentuk, meliputi :
·
Subordinasi (ketaatan)
·
Superordinasi
(dominasi)
·
Hubungan seksual
·
Konflik
·
Sosiabilita (interaksi
yang terjadi demi interaksi itu sendiri dan bukan untuk tujuan lain)
2) Menurut
tipe, meliputi :
·
interaksi yang terjadi
antar individu-individu
·
interaksi yang terjadi
antar individu-kelompok
·
interaksi yang terjadi
antar kelompok-individu
Pada keadaan yang sama yaitu
kehidupan dengan interaksi dan komunikasi dapat menumbuhkan
kemungkinan-kemungkinan tertentu, dimana memiliki dampak positif dan negatif,
ada pada suatu saat seseorang merasakan kedekatan, kekompakan, dan kebersamaan
baik secara pribadi maupun kelompok.
Adanya kontak merupakan faktor yang mendorong terjadinya komunilkasi , kontak
tersebut terdiri dari kontak secara langsung maupun secara tidak langsung (
melalui media ), dan komunikasi itu sendiri adalah gambaran dari adanya
interaksi dalam hidupnya dengan orang lain. Simmel juga memusatkan pemikirannya
mengenai relasi, khususnya interaksi antar pemeran sadar dan tujuannya adalah
melihat besarnya cakupan interaksi yang mungkin sepele namun pada saat lain
sangat penting. Menurut Simmel interaksi timbul karena kepentingan-kepentingan
dan dorongan tertentu (Soerjono Soekanto, 405:2003). Salah satu bentuk interaksi
yang dibicarakan Simmel adalah gaya (fashion). Gaya adalah bentuk relasi sosial
yang menginginkan orang menyesuaikan diri dengan keinginan kelompok. Gaya
bersifat dialektis yang berarti keberhasilan dan persebaran gaya akan berujung
pada kegagalan. Hal positif yang muncul dari adanya interaksi bisa terjadi
melalui terjalinnya solidaritas masyarakat, dan hal negatif adalah berupa
adanya konflik. Minat Simmel pada bentuk interaksi menuai banyak kritikan. Ia
dituduh memaksa suatu tatanan yang sebenarnya tidak ada dan menghasilkan studi
yang tidak saling terkait yang akhirnya sama sekali tidak menerapkan tatanan
yang lebih baik pada realitas sosial. Menurut bentuknya terdapat konsep yang
disebut dengan Subordinasi (ketaatan) dan Superordinasi (dominasi).
Ø Teori
Konflik
Interaksi yang terjadi baik antar
individu maupun antar kelompok kadang menimbulkan konflik, dan konflik
merupakan pokok bahasan tersendiri yang diuraikan oleh Simmel,menurut Simmel
masalah mendasar dari setiap masyarakat adalah konflik antara kekuatan-kekuatan
sosial dan individu, karena, pertama, sosial melekat kepada setiap individu
dan, kedua, sosial dan unsur-unsur individu dapat berbenturan dalam individu,
meskipun pada sisi lain dari konflik merupakan sarana mengintegrasikan
individu-individu. Karena setiap individu meiliki kepentingan yang berbeda-beda
dan adanya benturan-benturan kepentingan tersebut mencerminkan dari sikap-sikap
individu tersebut dalam usahanya memenuhi kebutuhannya, dari sikap yang nampak
ini Simmel memiliki sebuah pemikiran yang menghasilkan konsep individualisme
ini (dari kepribadian yang berbeda) terwujud dalam prinsip-prinsip ekonomi,
masing-masing, persaingan bebas dan pembagian kerja.
Ø Kelompok
Kecil
Dalam
pembagian-pembagian kerja, individu terbentuk dalam kelompok-kelompok kecil ,
kelompok ini menurut Simmel memiliki analisa tersendiri dimana terdiri dari
satu, dua, dan tiga orang. Satu orang atau singkatnya individu berada dalam
posisi sendirian, tidak terjadi interaksi dan ia akan mendapat penolakan dari
masyarakat, maka itu Simmel menghadirkan konsep dyad dan triad dimana menurut
pandangan Simmel bahwa kebebasan tidak akan terjadi jika seseorang itu
sendirian, tetapi jika ia ada dalam kelompok. Simmel memiliki filosofi tentang
angka 2 dan 3, angka dua adalah bentuk yang paling sederhana sociation, antara
dua orang atas mana hal itu sepenuhnya tergantung, angka dua adalah sepele dan intim, perkawinan
terjadi antara dua orang dan setelah lahir anak diantara mereka konsep dyad ini
sepenuhnya berubah menjadi triad dan hadirnya orang ketiga menjadi penghancur.
Ø Kerahasiaan
: Studi Kasus Sosiologi Georg Simmel
Simmel
berangkat dari fakta dasar bahwa orang pasti mengetahui beberapa hal tentang
orsng lain agar bisa berinteraksi dengannnya, namun hal tersebut juga bisa menjadi
penghancur atas dirinya. Penghancur ini merupakan hal yang paling dihindari,
interaksi seseorang tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai
dalam hidupnya, interaksi yang terjadi kadang menuntut sebuah keterbukaan namun
dapat dipastikan seterbuka apapun seseorang ia tidak akan mengungkapkannya
secara seluruhnya karena hal itu justru dapat menjatuhkan dirinya sendiri
karena orang lain akan tahu apa yang jadi tujuan kita padahal pada faktanya
antara individu yang satu dengan yang lain memiliki kemampuan yang berbeda
meskipun pada satu tujuan yang sama dan pastinya seseorang tidak ingin apa
yang menjadi targetnya diambil orang
lain. Dari uraian tersebut Simmel membuat konsep masyarakat rahasia (yaitu
keberadaan kelompok merupakan rahasia, atau keanggotaan dalam kelompok yang
dikenal adalah rahasia) memiliki tujuan perlindungan melalui kepercayaan.
Kepercayaan di antara para anggotanya sangat penting, mereka harus menjaga
rahasia, tetapi situasi ini tidak stabil. Diam adalah teknik yang diperlukan
untuk menjaga rahasia, sementara komunikasi tertulis bertentangan dengan semua
rahasia (misalnya huruf). Kerahasiaan bisa menjadi tujuan pembentukan sosial
(misalnya perkumpulan rahasia), dan mencegah orang dari sociation mengungkapkan
rahasia karena isolasi yang counterbalances hasil dari menyimpan rahasia. Oleh
karena itu, masyarakat rahasia memiliki ritual khusus, yang harus dilakukan dan
yang harus dijaga sebagai sebuah rahasia, itu klaim individu, membuatnya
anggota perkumpulan rahasia. Perkumpulan rahasia juga memiliki derajat
kebebasan yang hilang dalam masyarakat pada umumnya, masyarakat rahasia
mengkompensasi kurangnya kebebasan dalam masyarakat umum. Dibandingkan dengan
sociation pada umumnya, perkumpulan rahasia terpisah, formal dan sadar, mereka
memiliki sistem rumit tanda-tanda yang aman dalam kohesi dan mengasingkan diri
dari luar; para anggotanya merasa superior, dan dimulai untuk material dan
secara resmi mendirikan pengasingan dari masyarakat, mereka egois dalam hal
rahasia memusuhi masyarakat dan masyarakat umum, rahasia masyarakat memiliki
ikatan sangat kuat, mereka mengecualikan konflik-konflik batin, dan mereka
terpusat (buta ketaatan kepada para pemimpin), para anggota de-individual,
setara, anonim , dan karena mereka pada dasarnya menolak upaya pemerintah
pemersatu dalam masyarakat pada umumnya, mereka muncul sebagai berbahaya.
Interaksi
manusia secara umum dibangun oleh kerahasiaan dan logika lawannya, yaitu
pengkhiatan. Rahasia selalu dibarengi secara dialektis oleh kemungkinan bahwa
dia dapat ditemukan. Pengkhianatan bisa berasal dari dua sumber. Secara
eksternal, orang lain dapat menemukan rahasia kita, sementara secara internal,
selalu ada kemungkinan bahwa kita akan mengungkapkan rahasia kita kepada orang
lain. “Rahasia menjadi penghalang antar manusia, namun pada suatu saat yang
sama dia menjadi tantangan yang menggairahkan untuk diterobos, dengan gosip dan
pengakuan …. Dari persaingan antar kedua kepentingan, dalam menyembunyikan dan
mengungkapkan, tumbuh nuansa dan nasib interaksi manusia yang berlangsung
secara menyeluruh” ( Simmel, 1906/1950 :
334 )
Ø Pertikaian
dan Persaingan
·
Pertikaian
Signifikansi
Sosiologis dari pertikaian, secara prinsipil belum pernah disangkal. Pertikaian
dapat menjadi penyebab atau pengubah kelompok-kelompok kepentingan,
organisasi-organisasi, kesatuan-kesatuan, dsb. Dalam kenyataan, faktor-faktor
disosiatif seperti kebencian, kecemburuan, dan selanjutnya, memang merupakan
penyebab terjadinya pertikaian. Dengan demikian, pertiakaian ada untuk
mengatasi pelbagai dualisme yang berbeda. Pertikaian mengatasi ketegangan
antara hal-hal yang bertentangan.
Terdapat dua
masalah yang secara konsisten menjadi objek telaah ilmu-ilmu tentang manusia,
yakni manusia dan kelompok, sehingga tidak ada masalah ketiga. Ada pertikaian
yang tampaknya menyampingkan semua unsur, misalnya, apabila terjadi perkelahian
antara perampok dengan korbannya. Apabila perkelahian itu bertujuan untuk
membunuh atau menghancurkan pihak lain, maka sama sekali tidak ada unsur-unsur
pemersatu. Namun apabila ada pembatasan terhadap berlakunya kekerasan, maka ada
faktor kerjasama, walaupun hanya sebagai suatu kualifikasi terhadap kekerasan.
·
Persaingan
Suatu ciri yang
menonjol dari persaingan adalah bahwa dalam proses itu terjadi pertikaian yang
tidak langsung. Apabila satu pihak menindas musuhnya atau merugikannya secara
langsung, maka tidak terjadi persaingan. Secara umum persaingan hanya menunjuk
pada kegiatan yang dilakukan secara paralel, untuk mencapai tujuan yang sama.
Pada persaingan terdapat dua kombinasi :
v Apabila
suatu kemenangan terhadap lawan merupakan kebutuhan pertama secara kronologis,
maka hal itu sendiri tak akan ada artinya. Dengan demikian, hasil suatu
persaingan tidak berisikan tujuannya, sebagaimana halnya apabila seseorang
marah, balas dendam, dan lain sebagainya, yang merupakan unsur yang mendorong
terjadinya perkelahian.
v Tipe
persaingan yang kedua sangat berbeda dengan bentuk atau jenis pertikaian
lainnya. Dalam hal ini persaingan hanya berlangsung antara pihak-pihak, tanpa
usaha menyingkirkan lawan. Yang menjadi prioritas utama adalah tujuan, dan
bukan lawan.
Persaingan secara modern
digambarkan sebagai suatu perjuangan dari semua terhadap semua, dan dari semua
untuk semua. Tidak jarang sebagai akibatnya timbul tragedi yang berakibat
unsur-unsur sosial suatu kesatuan saling bertentangan. Akan tetapi semua akibat
tersebut, sebenarnya merupakan tambahan pada kekuatan persaingan untuk
mempersatukan. Persaingan, secara sosiologis merupakan suatu jaringan
konsentrasi terhadap pikiran, perasaan, dan kemauan sesama manusia.
2.
Kritik
Terhadap Pemikiran Georg Simmel
Dalam hal mengkritisi gagasan Georg
Simmel, kelompok kami memiliki beberapa pendapat, misalnya bahwa
penitikberatannya pada bentuk mengandaikan adanya tatanan yang sebenarnya tidak
ada, dan bahwa kelihatannya ia sedikit kebingungan ketika melihat struktur
sosial, di satu sisi hanya sebagai bentuk interaksi dan di sisi lain sebagai
sesuatu yang koersif dan terlepas dari interaksi. Kritiknya adalah bahwa Simmel
tidak mengusulkan jalan keluar dari tragedi kebudayaan, karena ia memandang
keterasingan sebagai bagian dari kondisi manusia bagi Simmel, putusnya hubungan
antara kebudayaan subyektif dengan kebudayaan obyektif lebih sebagai bagian
dari “harkat manusia”. Sifat Simmel yang tidak terlalu percaya diri karena
adanya hambatan dari latar belakang hidupnya sebagai seorang Yahudi yang hidup
di era Antisemitisme, sehingga karya-karyanya tidak terpublikasi dengan baik. Tak
diragukan lagi kritik kepada Simmel yang paling sering dikutip adalah karakter
karya-karyanya yang terpisah-pisah. Simmel dituduh tidak mempunyai pendekatan
teoritis koheren, namun hanya memiliki serangkaian pendekatan framentaris atau
“impresionistik”. Memang benar bahwa seperti kita kemukakan disini, Simmel
memfokuskan perhatiannya pada bentuk dan tipe asosiasi, dan hal tersebut nyaris
bukan merupakan kesatuan teoritis seperti yang dapat ditemukan pada pemikiran
para pendiri sosiologi lainnya. Karakter karya Simmel itu sendiri : berseraknya
topik, kegagalannya mengintegrasikan materi-materi terkait, kekurangan
pernyataan umum koheren, dan sikap ceroboh terhadap tradisi akademik.
Pendapat-pendapat Simmel pada umumnya
tidak didukung fakta yang disusun secara sistematis, sebagaimana halnya yang
dilakukan oleh Durkheim atau Weber. Meskipun
Simmel memiliki pendekatan unik, namun harus ia akui bahwa di
tengah-tengah keberhasilan keilmuan Simmelian, bagi para pembaca tetap tersisa
pengalaman Simmel yang tak terabaikan sebagai seorang penulis yang tidak
sistematis. Banyak orang menganggap bahwa karyanya sangat menarik, namun hampir
tidak seorang pun yang tahu bagaimana mempraktikkannya sebagai pendukung
mati-matian ilmu sosial Simmelian. Meski sangat sedikit orang yang menganut
pemikiran Simmelian, Simmel acap diakui
sebagai seorang “inovator gagasan dan
tolok ukur teoritis”. Inilah yang benar-benar diinginkan Simmel. Konsekuensinya,
Simmel seringkali dipandang sebagai sumber alami bagi wawasan yang harus digali
bagi hipotesis empiris ketimbang sebagai satu kerangka kerja koheren bagi
analisis teoritis.
Karya Simmel bersifat fragmentaris jika
hal itu yang dijadikan untuk menilai Simmel, jelas ia dinilai dari kegagalan
gagasannya yang hanya dapat diselamatkan oleh karya yang dilakukan oleh para
penerus ilmiahnya. Karya Simmel terdapat “elemen humanisme lebih besar yang
tidak dapat direduksi dan selalu ada kemungkinan untuk mengambil sesuatu yang
penting darinya secara langsung, yang tidak dapat diserap oleh proposisi ilmiah
yang impersonal.” Dengan seluruh teoretisi klasik ini, penting bagi kita untuk
membaca tulisan-tulisan aslinya, sekalipun dalam versi terjemahan.
Kesimpulan:
Dari
penjelasan mengenai teori-teori yang disajikan oleh Simmel mengenai pertikaian
dan persaingan dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa Simmel berusaha untuk
mengembangkan teori-teori yang berdasarkan pada bentuk dasar proses sosial.
Pendekatan itu disebut sosilogi formal. Pendapat Simmel yang menyatakan bahwa
dalam organisme secara menyeluruh terdapat dorongan untuk bersikap bermusuhan,
halmana menimbulkan kebutuhan untuk membenci dan berkelahi. Dorongan itu
bercampur dengan impulsi untuk jatuh cinta, dan di batasi oleh kekuatan yang
ada pada hubungan social. Simmel berpendapat bahwa sumber utama pertikaian
terletak pada unsur biologis manusia sebagai pelaku.
DAFTAR PUSTAKA
v Ritzer,
George dan Goodman, Douglas J. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Kencana.
v Ritzer,
George dan Goodman, Douglas J. 2008. Teori Sosiologi. Bantul : Kreasi Wacana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar